Nasionalisme hari ini tidak belaka dapat ditunjukkan dengan membawa bambu runcing seperti yang dilakukan para pejuang kemerdekaan pada masa sebelumnya, tetapi juga dengan berbagai cara lainnya, salah satunya ialah membangun kebanggaan terhadap kebangsaan melalui prestasi. Kebanggaan terhadap bangsa yang dibangun dengan prestasi dapat menambah kecintaan terhadap negara ini, salah satunya ujung tombak dalam mengukir prestasi di kancah Internasional dan membumbungkan nama Indonesia adalah pemuda, sebagai 28% jumlah populasi yang ada saat ini.

Memang harus dipahami bahwa pemuda mengalami banyak krisis paling besar selama periode hidupnya, dalam masa-masa yang singkat peralihan ini, ia dituntut untuk mengambil banyak keputusan sementara ia harus tetap bergelut dengan kehidupannya, mempersiapkan diri. Tetapi di sisi lain mereka adalah orang-orang yang sangat potensial karena memiliki semangat, kemauan belajar, tenaga dan antusiasme yang besar, serta waktu yang lebih luang. Karena dengan kesempatan untuk berbuat banyak kita harus memberi banyak!

Sebagian lalu dihadapkan pada pilihan menjadi penggerak atau yang digerakkan. Sebagaimana hidup yang selalu menawarkan pilihan, adalah hal yang wajar jika kita juga menghadapi hal yang sama. Ada dua pilihan, ikut merubah atau menjadi penonton saja. Penonton lain halnya dengan pelaku, mereka lebih cenderung menjadi pengeluh yang tidak banyak membantu perubahan. Penonton yang tidak menjadi pengeluh pun bahkan bukan bantuan yang dibutuhkan bangsa saat ini. Menjadi penggerak tidak akan mudah mereka yang mencibir, meragukan akan selalu ada disana tetapi disinilah seharusnya kita menunjukkan seni menjadi seorang penggerak, buktikan dan ajak mereka bergabung bersama (Kenapa kita tidak perlu membenci mereka? Mudah, karena bangsa ini sedang tidak membutuhkan hal seperti ‘saling membenci’).

Kita harus mempersiapkan diri bukan menjadi calon pemimpin masa depan tetapi pemimpin masa depan, karena apabila hanya calon maka target persiapan kita tidak akan seberapa, kita hanya akan berpartisipasi tetapi dengan mentargetkan menjadi pemimpin dan bukan sekedar partispan, maka goal kita sudah tertata dengan baik dan tinggal eksekusinya sajalah yang perlu kita jalankan. Tetapi tentu saja yang terburuk adalah tidak sama sekali mempertimbangkan dan mempersiapkan diri menjadi calon pemimpin ataupun pemimpin. Ada lagi tantangan lain bagi penggerak di zaman ini, menjadi inovatif dan menunjung kolaborasi.

Kenapa kolaborasi? Karena sudah bukan waktunya lagi kita bekerja dalam berkotak-kotak mengingat permasalahan pada masyarakat memerlukan pendekatan yang kompleks dan membutuhkan kerjasama dari berbagai bidang. Menyelesaikan permasalahan yang ada hanya dengan melihat satu sisi saja tidak akan efisien baik secara waktu, tenaga maupun biaya. Kolaborasi akan mempermudah ini, berkolaborasi akan memberikan kita kesempatan bertemu dan berinteraksi dengan berbagai jenis orang dan dari sinilah kita akan mendapatkan berbagai ide yang inovatif, SDM yang mencukupi bahkan menghemat pengeluaran biaya.

Pemuda harus terus berinovasi dalam menyelesaikan permasalahan yang ada, menjalin kerjasama dengan sebaik-baiknya menggunakan keberadaan globalisasi untuk kepentingan menjalin networking agar mencapai hasil yang semaksimal mungkin dalam usaha-usaha pembangunan bangsa yang berkepanjangan dan mengharumkan nama Indonesia dikancah internasional.

*NB : Setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya sendiri, dan apabila ‘kurang beruntung’ ia akan menjadi pemimpin bagi orang lain juga (kita disini membicarakan pemuda sebagai kedua-duanya).